Distribusi Pendapatan
dan Kemiskinan
Disparitas Distribusi Pendapatan dan
Kemiskinan
Masalah besar yang dihadapi negara
sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan
tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya
ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan.
Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah
keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap
kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan
kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara
maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada
proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang
terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas
wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan,
semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan
tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil
dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit
mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini
bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi
permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai upaya yang telah dan sedang
dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada
dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan
dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang
berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta
lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini.
Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman
tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian
negara bersangkutan.
Perbedaan pendapatan timbul karena
adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama
kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang
memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang
lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat
dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan”
hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga
menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum
mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat
dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan
akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya
subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah
sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan
sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase
tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi
dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan
yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto
(PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi
pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu
merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi
pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin
besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas
distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang
sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
DISTRIBUSI
PENDAPATAN
Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan
Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya
ketidakmerataan pembagian pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan.
Walaupun titik perhatian utama pada ketidakmerataan distribusi pendapatan dan
harta kekayaan, hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah
ketidakmerataan yang lebih luas di negara-negara sedang berkembang.
Melalui pemahaman yang mendalam terhadap masalah ketidakmerataan dan
kemiskinan ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisis msalah pembangunan
yang lebih khusus seperti : pertumbuhan populasi; pengangguran;
pembangunan perdesaan; pendidikan; perdagangan internasional, dan sebagainya.
Secara umum yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah :
1)
Pertambahan
penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita.
2)
Inflasi,
dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang.
3) Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4) Investasi ditanamkam pada proyek-proyek yang
padat modal, sehingga persentase pendapatan dari dari harta tambahan besar
dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga
pengangguran bertambah.
5) Rendahnya mobilitas sosial.
6) Pelaksanaan kebijaksanaan industri subsitusi
impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk
melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
7) Memburuknya nilai tukar (terms of trade)
bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara
maju, sebagai akibat ketidak elatisitasan permintaan negara-negara maju
terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang.
8) Hancurnya
industri-industri kerajinan rakyat seperti industri rumah tangga.
DISTRIBUSI PENDAPATAN
PERORANGAN
Ukuran distribusi pendapatan perorangan
merupakan ukuran yang paling umumnya digunakan oleh para ekonom. Cara yang
sering digunakan untuk menganalisis distribusi pendapatan perseorangan adalah
dengan membuat Kurve Lorenz. Dinamakan Kurve Lorenz adalah karena
yang memperkenalkan kurve tersebut adalah Conrad Lorenz seorang
ahli statistika dari Amerika Serikat. Ia menggambarkan hubungan antara
kelompok-kelompok penduduk dan pangsa (share) pendapatan mereka. Jumlah
penerima pendapatan digambarkan pada sumbu horizontal, tidak dalam angka mutlak
tetapi dalam persentase kumulatif. Misalnya titik 20 menunjukkan 20 persen
penduduk termiskin (paling rendah pendapatannya) dan pada titik 60 menunjukkan
60 persen penduduk terbawah pendapatannya, dan pada ujung sumbu horizontal
menunjukkan jumlah 100 persen penduduk yang dihitung pendapatannya.
Sumbu vertikal menunjukkan pangsa pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah penduduk. Jumlah ini juga kumulatif sampai 100 persen, dengan demikian kedua sumbu ini sama panjangnya dan akhirnya membentuk bujur sangkar.
Sebuah garis diagonal kemudian digambarkan melalui titik pusat menuju sudut
atas dari bujur sangkar tersebut. Setaip titik pada garis diagonal tersebut
menunjukkan persentase pendapatan yang diterima sama persis dengan persentase
penerima pendapatan tersebut. Dengan kata lain, garis diagonal tersebut
menunjukkan distribusi pendapatan dalam keadaan “kemerataan sempurna”
(perfect equality). Oleh karena itu, garis disebut bisa disebut sebagai
garis kemerataan sempurna.
Semakin jauh kurva lorenz tersebut dari garis diagonal (ketidakmerataan
sempurna), semakin tinggi derajat ketidakmerataan yang ditunjukkan. Keadaan
yang paling ekstrim dari ketidakmerataan sempurna misalnya keadaan dimana
seluruh pendapatan hanya diterima oleh satu orang dan ini akan ditunjukkan oleh
berimpitnya kurva lorenz tersebut dengan sumbu horizontal bagian bawah dan
sumbu vertikal sebelah kanan.
Sehubungan itu, tidak ada suatu negarapun yang mengalami kemerataan sempurna ataupun ketidakmerataan sempurna dalam distribusi pendapatan, maka kurve lorenz untuk setiap negara akan terletak di sebelah kanan kurve diagonal tersebut. Semakin tinggi derajat ketidakmerataan, kurve lorenz itu akan semakin melengkung dan semakin mndekati sumbu horizontal sebelah kanan.
Koefisien Gini
Suatu ukuran yang singkat mengenai derajat
ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara bisa diperoleh dengan
menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurve
Lorenz dbandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana terdapat
kurve Lorenz tersebut.
Dalam gambar 2, koefisien gini ditunjukkan
oleh perbandingan antara daerah yang diarsir A dengan luas segi tiga BCD.
Koefisien gini diambil dari nama ahli stastistik Italia yang bernama C. Gini
yang menemukan rumus tersebut pada tahun 1912.
Koefisien gini ini merupakan ukuran ketidakmerataan
agregat dan nilainya terletak antara 0 (kemerataan sempurna) sampai 1
(ketidakmerataan sempurna). Negara-negara yang mengalami ketidakmerataan tinggi
memiliki koefisien gini berkisar antara 0,50 – 0,70; ketidak merataan menengah
berkisar antara 0,36 – 0,49 dan yang mengalami ketidakmerataan rendah berkisar
antara 0,20 – 0,35.
Untuk Indonesia secara keseluruhan memiliki
koefiisen gini sebesar 0,30 – 0,40. Dengan demikian kemerataan distribusi
pendapatan semakin lama semakin membaik.
Distribusi Fungsional
Ukuran distribusi pendapatan lain, yang
sering digunakan oleh para ekonom adalah distribusi fungsional atau distribusi
pangsa faktor produksi. Ukuran distribusi ini berusaha untuk menjelaskan pangsa
pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi. Disamping
memandang individu-individu sebagai kesatuan yang terpisah, teori ukuran
distribusi pendapatan fungsional tersebut menyelidiki persentase yang diterima
tenaga kerja secara keseluruhan dibandingkan dengan persentase dari pendapatan
nasional yang terdiri dari : sewa, bunga, dan laba.
Gambar di bawah ini memberikan gambaran yang
sederhana dari teori distribusi fungsional tradisional. Misal dalam
perekonomian hanya ada 2 faktor produksi yaitu modal yang merupakan
faktor produksi tetap dan tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi
variabel.
Berdasarkan asumsi pasar persaingan,
permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh Marginal Productnya (VMPL)
sama dengan tingkat upah riil. Tetapi, sesuai dengan prinsip marginal produk
yang manurun, permintaan akan tenaga kerja ini akan merupakan suatu fungsi yang
menurun dari jumlah tenaga kerja yang diperkejakan.
Kurve permintaan akan tenaga kerja yang
berslope negatif tersebut ditunjukkan oleh DL. Sedangkan kurve
penawaran tenaga kerja adalah SL, dan tingkat upah keseimbangan akan
sama dengan tingkat keseimbangan penggunaan tenaga kerja.
http://sofyan71sbw.files.wordpress.com/2010/05/distribusi-pendapatan-dan-kemiskinan-di-indonesia.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar