Minggu, 24 Maret 2013

BAB III. HUKUM PERDATA
1.      HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

2.      SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
 Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.

Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
 Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang mencari  jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman hukum.
 Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”.
 Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
 Sejalan degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).

Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).

Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
 Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
 Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).

3.      PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
 Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
 Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
 Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat tertentu.
 Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala aperaturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:

  1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.

2.      Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
    1. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
    2. Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
    3. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).

Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas.

Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:

  1. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.

2.      Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.


3.      Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.

Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:

  1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
  2. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
  3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
  4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
  5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:

-          Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
-          Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan denag no 717).

Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
-          Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
-          Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
-          Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
-          Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
4.  SISTEMATIKA HUKUM PERDATA

Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi:
1.      Buku 1             : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan     hukum kekeluargaan.
2.      Buku 11          : Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
3.      Buku 111        : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antar orang-orang atau pihak-pihak tetentu.
4.      Buku 1V         : Berisi tentang pembuktian dak daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.

Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.      Hukum rentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2.      Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
           Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami denagn istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
3.      Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-          Hak seorang pelukis atas karya lukisannya
-          Hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
4. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meningal. Disamping itu hukumwarisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.


 Referensi:
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembicaraan:Hukum_perdata&action=edit&redlink=1
BAB II. Subjek dan Objek Hukum

PENDAHULUAN

Hukum dalam klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan tindakan-tindakan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Pemerintah misalnya perlu membeli barang atau jasa (government procurement) dalam rangka menjalankan fungsinya sehari-hari. Barang atau jasa yang dibutuhkan dari yang sederhana seperti alat tulis kerja, sampai dengan pembeliaan pesawat udara, Pembangunan Gedung dan jembatan ataupun juga peralatan perang guna menunjang pertahanan dan keamanan negara. Sedangkan jasa yang dibutuhkan oleh pemerintah dapat berupa jasa konsultansi, dan lain-lain.
Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, tentunya pemerintah harus mengikuti prosedur pengadaan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Secara sederhana kontrak dapat digambarkan sebagai suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial tertentu. Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian, dalam sebuah kontrak para pihak yang mengikatkan diri adalah subjek hukum. Adapun yang dimaksud dengan subjek hukum disini adalah subjek hukum perdata. Apabila telah di pahami bahwa yang dimaksud para pihak dalam kontrak adalah subjek hukum perdata, maka timbul pertanyaan apakah mungkin pemerintah yang tidak biasanya di persepsikan sebagai subjek hukum perdata tetapi subjek hukum publik dapat menjadi salah satu pihak dalam sebuah kontrak pengadaan barang atau jasa.

A.      Subjek Hukum
Adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak serta kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Subjek hukum terdiri atas dua :

a.       Manusia (natuurlijke person)
Pasal 1 KUH perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak kenegaraan.
Pasal 2 KUH Perdata bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan dianggap ia tidak pernah ada.
Sebagai Negara hukum, Negara Indonesia mengakui setiap orang sebagai manusia terhadap undang-undang, artinya bahwa setiap orang diakui sebagai subjek hukum oleh undang-undang.
Pasal 27 UUD 1945 menetapkan setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum serta pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Oleh karena itu dalam hukum dapat dibedakan dari segi perbuatan hukum :
1.      Cakap melakukan perbuatan hukum. Orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun) dan berakal sehat
2.      Tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian :
  • orang-orang yang belum dewasa
  • orang yang ditaruh dibawah pengampunan, yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk dfan pemboros
  •  wanita yang dalam perkawinan/berstatus sebagai istri.

b.      Badan Hukum (rechts Persoon)
Adalah subjek hukum yang dapat bertindak hukum seperti manusia dan sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan sebagai hak manusia.
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
a.       Didirikan dengan AKTA notaries
b.      Didaftarkan di kantor panitera pengadilan negeri setempat
c.       Dimintakan pengesahan anggaran dasar kepada Mentri Kehakiman dan HAM
d.      Diumumkan dalam berita Negara

Badan hukum (rechts persoon) dibedakan dalam dua bentuk :
1.      Badan hukum public (public rechts persoon)
Adalah badan hukum yang didirakan berdasarkan hukum public, yang menyangkut kepentingan public, orang banyak dan Negara umumnya.
Contoh : eksekutif, pemerintahan.

2.      Badan hukum privat (privat rechts persoon)
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.
Contoh : PT, Koperasi, yayasan, dan badan amal.

B.      Objek Hukum
Menurut system KUH perdata benda dpat dibedakan sebagai berikut :
1.      Barang yang wujud (lichamelijik) dan barang yang tidak berwujud (onlichamelijk)
2.      Barang yang bergerak dan barang yang tidak bergerak (yang paling penting)
Benda tidak bergerak Dapat dibedakan menjadi :
a.       Benda tidak bergerak karena sifatnya, misalnya pohon, arca, dan patung.
b.      Benda tidak bergerak karena tujuannya, yaitu alat-alat yang dipakai dalam pabrik.
c.       Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, berwujud atas benda-benda yang tidak tidak bergerak. Misak hipotik.
Benda bergerak dapat dibedakan menjadi :
a.       Benda bergerak karena sifatnya, yaitu benda yang dapat dipindahkan
b.      Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, yaitu hak atas benda bergerak misalnya saham PT.
3.      Barang yang dapat dipakai habis dan barang-barang yang dipakai tidak habis
4.      Barang-barang yang sudah ada dan yang masih aka nada.
5.      Barang-barang uang dalam perdagangan dan yang diluar perdagangan
6.      Brang-barang yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
Pembedaan antara benda bergerak dan tidak bergerak berhubungan 4 hal yaitu:
1.      Bezit (pemilikan), berlaku asa yang tercantum dalam Pasal 1977 KUHP sedangkan benda tidak bergerak tidak.
2.      Levering (penyerahan), dapat dilakukan penyerahan secara nyata.
3.      Verjaring (kadarluarwarsa), ada kadarluawarsanya sedang tidak bergerak tidak.
4.      Bezwaring (pembebanan), dilakuykan dengan pand (gadai), sedangkan tidak bergerak tidak.
Secara garis besar benda terbagi dalam dua :
1.Benda yang bersifat kebendaan, yaitu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba dan dirasakan
2.Benda yang bersifat tidak kebendaan yaitu suatu benda yang hanya dirasakan oleh pancaindra saja.
Hak kebendaan adalah hak mutlak sedangkan lawannya adalah hak yang nisbi/hak relative yang kedua merupakan bagian dalam hak perdata.
Hak Mutlak
1.Hak kepribadian, misalnya hak atas namanya, hidup, kemerdekaan
2.Hak yang terletak dalam hukum keluarga yaitu hak yang timbul karena adanya hubungan suami istri
3.Hak mutlak atas suatu benda inilah disebut hak kebendaan.
Hak Nisbi
Yaitu semua hak yang timbul karena adanya hubungan perutangan, sedangkan perutangan timbul dari perjanjian, undang-undang.
Hak kebendaan didalam KUHP dibedakan menjadi dua :
1.      Hak kebendaan yang sifatnya memberikan kenikmatan atas suatu benda.
2.      Hak kebendaan yang sifatnya memberikan jaminan atas pelunasan hutang.

Cara memperoleh hak milik suatu benda :
1.      Pelekatan
2.      Kadarluwarsa
3.      Pewarisan
4.      Penyerahan (levering) berdasarkan suatu tittle pemindahan hak yang berasal dari seseorang yang berhak memindahkan hak milik. Macam-macam levering :
1.      Levering atas benda bergerak, diatu dalam pasal 612 BW
2.      Levering atas benda tak bergerak
3.      Levering atas benda tak berwujud, diatur dalam pasal 613BW


C. Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (Hak Jaminan)
Merupakan hak yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, apabila debitor melakukan wanprestasi. Macam-macam hak jaminan :

a.      Jaminan Umum
Diatur pasal 1131 KUHP : segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang aka nada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang dibuatnya.
Pasal 1132 KHUP : harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya.
Benda yang dapat dijadikan jaminan :
1.      Berda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
2.      Benda tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.

b.      Jaminan Khusus
merupakan jaminan yang diberikan hak khusus, misalnya :
1.      Gadai
Pasal 1150 : gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor untuk menjamin suatu hutang.
Sifat-sifat gadai :
  1. Gadai adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
  2. Gadai bersifat accsoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya kembali.
  3. Adanya sifat kebendaan
  4. Syarat inbezitztelling, artinya benda gadai harus ke luar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
  5. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri
  6. Hak preferensi (hak untuk didahulukan), sesuai dengan pasal 1130 jo pasal 1150 KUHP
  7. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan membayarnya sebgaian dari hutang.

Hak pemegang gadai :
  1. Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri.
  2. Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya-biaya yang telah dikeluarkan utnuk menyelamatkan benda gadai.
  3. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur
  4. Pemegang gadai mempunyai hak preferensi (hak untuk didahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
  5. Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
  6. Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Kewajiban-kewajiban pemegang gadai :
1.      Pasal 1157 ayat 1 KUHP, pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga barang yang digadaikan
2.      Pasal 1156 KUHP ayat 2, kewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual
3.      Pasal 1159 ayat 1 KUHP, bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai
4.      Kewajiban untuk mengembalikan benda gadai jika debitor melunasi hutangnya
5.      Kewajiban untuk memelihara benda gadai.
Hapusnya gadai :
1.      Hapusnya perjanjian pokok
2.      Karena musnahnya benda gadai
3.      Karena pelaksana eksekusi
4.      Karena pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
5.      Karena pemegang gadai telah kehilangan kekuasanaan atas benda gadai
6.      Karena penyalahgunaan benda gadai
2.      Hipotik
Pasal 1162 KUHP adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan.
Sifat-sifat hipotik :
1.Bersifat accesoir, seperti halnya dengan gadai
2.Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit de suite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapapun benda tersebut berada (pasal 1163 ayat KUHP)
3.Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain pasal (1133-1134 ayat2 KUHP)
4.Objeknya benda-benda tetap.
Hipotik hanya digunakan untuk hipotik kapal laut dan pesawat udara yang mempunyai berat diatas 20 m3.
Perbedaan gadai dan hipotik :
1.Gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang digadaikan, sedangkan hipotik tidak
2.Gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah ke tangan orang lain, sedangkan hipotik tidak.
3.Suatu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai, walaupun tidak dilarang, tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan di atas satu beda adalah sudah merupakan keadaan biasa.
4.Adanya gadai dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk membuktikan perjanjian pokok, sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan dengan akta otentik.
Hak tanggunan
Berdasakan pasal 1 (1) UUHT, hak tanggunan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang merupakan 1 kesatuan.
Benda-benda yang dapat dijadikan jaminan utang yang bersifat khusus dengan syarat :
1.      Benda tersebut dapat bersifat ekonomis
2.      Benda tersebut dapat dipndahtangankan haknya kepada pihak lain
3.      Tanah yang dijadikan jaminan ditunjuk oleh undang-undang
4.      Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum berdasarkan PP no.29 tahun 1997
Fungsi pendaftaran tanah adalah :
1.      Sebagai syarat konstitutif lahirnya hak tanggungan
2.      Sebagai pembuktian telah terjadi hak tanggungan.
3.      Sebagai alat bukti bagi para debitor, kreditor maupun pihak ketiga, setiap pembebanan hak tanggungan diberikan sertifikat hak tanggungan yang terdiri dari :
1.      Salinan buku tanah hak tanggungan
2.      Salinan akta pemberian hak tanggungan
3.      Fidusia
Dikenal dengan nama FEO yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accosor antara debitor dan kreditor yang isisnya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Bentuk perjanjian Fidusia :
Pasal 5 ayat 1 UUJF, akta jaminan fidusia memuat :
1.      Identitas pihak pemberi dan penerimaan fidusia
2.      Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
3.      Uraian benda yang menjadi objek jaminan fidusia
4.      Nilai penjamin
Pendaftaran fidusia
Sebagai bukti kreditor sebagai pemegang jaminan fidusia diperoleh sertifikat jaminan fidusia diperoleh 965060 sertifikat jaminan fidusia yang ditertibkan oleh kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama.
Tujuan daripada pendaftaran adalah sebagai berikut :
1.Untuk melahirkan jaminan fidusia bagi penerimaan fidusia dan menjamin pihak yang mempunyai kepentingan atas benda yang dijaminkan
2.Untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi fidusia serta pihak ketiga yang berkepentingan.
3.Memberikan hak yang didahulukan
4.Memenuhi asas spesialitas dan publisitas
5.Member rasa aman kepada kreditur penerima jaminan fidusia dan pihak ketiga yang berkepentingan.
Ekesekusi jaminan fidusia :
Diatur dalam pasal 29 s/d 34 UUJF, di mana pasal 39 UUJF dikatakan apabila debitor cidera janji. Eksekusi dapat dilakukan dalam beberapa cara :
1.Pelaksanaan title eksekultoral sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) oleh kreditor
2.Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan debitor sendiri melalui     pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
3.Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan debitor dan kreditor, jika dengan cara demikian dapat diperoleh hasil tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Hapusnya jaminan fidusia :
Pasal 25 UUJF, jaminan fidusia hapus karena :
1.      Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia
2.      Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor
3.      Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia

DAFTAR PUSTAKA
Sarah S. Kuahaty
2011
Subjek dan Objek Hukum
Jakarta

Sumber:


http://chammyree.blogspot.com/2011/05/rangkuman-aspek-hukum-dalam-ekonomi.html